Pertanian lestari, pilihan bijak petani berwawasan jauh kedepan

Juli 11, 2008 at 2:06 am Tinggalkan komentar

Mengamati perkembangan pertanian di Indonesia khususnya masalah pencapaian swasembada pangan dan usaha untuk mempertahankannya, maka pemikiran kita sebagai petani kebanyakan langsung tertuju pada pertanian intensip yang mau tak mau harus menyediakan pupuk buatan dan pestisida pabrik dalam berbagai formula.dan merek dagang yang begitu beragam. Seolah-olah pikiran kita sebagai petani sudah terpaku dan tidak ada pilihan lainnya.
Benarkah pemikiran demikian yang selalu terjadi pada petani maju di masyarakat kita ?

Jika memang demikian, kita harus mencari akar penyebab semua itu. Kita tengok awal pengenalan pada petani maju dengan teknologi masukan tinggi dan energi tinggi. Program yang dicanangkan pemerintah dengan model penyuluhan “dipaksa-terpaksa-biasa” dalam mengenalkan pupuk buatan dan pestisida pabrik seakan-akan membuat pikiran petani mau tak mau secara teknis harus mengikuti petunjuk yang sudah diberikan. Sering secara tidak disadari tergambar dalam pikiran petani jika tidak menggunakan pupuk buatan dan pestisida pabrik akan mengalami penurunan hasil atau bahkan mengalami kegagalan. Petani terus menerus dipacu dan berlomba meningkatkan produksi secara maksimal dengan berbagai upaya yang ditempuh dan sering menyimpang dari ketentuan teknis penggunaan pupuk buatan maupun pestisida pabrik. Para petani kurang menyadari dampak negatip yang timbul akibat pengurasan lahan dan adanya keterbatasan daya dukung lahan. Program peningkatan produksi yang bermula dari SSB,SSBM, DENMAS, BIMAS dan berlanjut dengan INMAS-INSUS-SUPRA INSUS seolah-olah memberi dukungan dan pembenaran pendapat para petani bahwa lahan dapat dikuras sampai seberapapun kemauan kita untuk menghasilkan swasembada pangan. Namun akhirnya disadari pemikiran dan perilaku semacam ini memberikan dampak negatip seperti terlihat adanya peledakan hama penyakit dan semakin menurunnya kegemburan tanah yang berakibat semakin sulit diolah, kekahatan unsur hara tertentu terutama unsur hara mikro dsb.

Dan yang lebih menyedihkan adanya berbagai korban anggota masyarakat akibat penyalahgunaan pestisida pabrik terus berjatuhan dari hari ke hari. Keracunan pestisida menjadi berita yang dianggap lumrah terjadi dan bahkan kematian bunuh diri memakai pestisida semakin menggejala di masyarakat tanpa mengusik hati nurani kita yang terdalam. Akibat pencemaran pestisida buatan karena kekurang hati-hatian , ketidak tahuan maupun kenekatan untuk mendapatkan untung sebesar-besarnya perlu menjadi keprihatinan dan harus selalu diwaspadai oleh seluruh masyarakat.

Melarang petani menggunakan pestisida pabrik dan pupuk buatan bukanlah pekerjaaan yang mudah dan bijaksana. Pelarangan tidak akan menyelesaikan masalah karena kita menyadari masyarakat petani sudah terbiasa dengn hal tersebut dan sulit disadarkan akan dampak negatip yang ditimbulkan.

Penerapan pertanian lestari

Bagaimana mengatasi permasalahan diatas yang merupakan lingkaran setan ?
Pertama-tama jika kita ingin keluar dari lingkaran setan harus terlebih dahulu kita cari setannya. Sering kita mencari setannya diluar diri kita, padahal kalau kita mau jujur setan itu sering ada dalam pola pikir, pola hidup dan cara bertindak diri kita sendiri.
Semua permasalahan diatas jika kita telusuri bermuara pada gaya hidup kita yang cenderung bergaya modern, boros, kurang berpikir jangka panjang , sikap hedonisme, pemujaan teknologi tinggi yang berlebihan tanpa berpikir bahwa hidup yang layak perlu berdamai dengan alam, menjadikan alam sebagai sahabat dan bukan mengeksploatasi untuk memuaskan ego kita.

Namun bukan berarti kita terjebak kedalam romantisme alami/ natural yang cenderung memuja alam secara berlebihan dan takut mengusiknya.

Pertanian lestari atau yang biasa disebut pertanian organik alami merupakan salah satu pilihan bijak dalam menyiasati pemenuhan kebutuhan pangan yang mendasarkan pada keselarasan alam . Pertanian lestari sering diartikan tanpa menggunakan pupuk buatan dan pestisida buatan. Namun pengertian diatas belum cukup untuk mmenyimpulkan sebagai bentuk pertanian lestari.

Permasalahan yang mendasar dari penerapan pertanian lestari adalah bagaimana kita memandang alam ciptaan Tuhan sebagai karunia yang harus dijaga, kita rawat dan kita gunakan, sebagai sarana untuk memudahkan kita dekat dengan Pencipta dan kembali memuliakanNYA. Maka dalam penerapan, lahan bukan semata-mata dipandang sebagai tempat berproduksi dan harus dimanfaatkan serta dikuras sehabis-habisnya melainkan sebagai karunia tempat dimana kita dan generasi berikutnya menggantungkan hidup dan kehidupannya dari kemurahan alam tanpa menimbulkan kerusakan. Dalam bahasa populer biasa dikatakan sebagai pertanian yang mengambil hasil namun lahan tetap tidak kehilangan kesuburannya dan unsur-unsur alam lainnya tetap dalam kondisi ideal untuk mendukung kehidupan manusia. Jadi seolah-olah kita sebagai manusia mengambil hasil dari lahan tanpa menguranginya, meminta tanpa memberi kembali, atau lahan digambarkan seperti susu ibu yang tak habis-habisnya diteteki bayi demi kelangsungan kehidupan generasi selanjutnya. Lahan dipersonifikasikan sebagai payudara ibu yang selalu siap memberi air kehidupan bagi si bayi yang lemah dan bayi tersebut merupakan simbol diri kita yang sebenarnya lemah dan sangat tergantung pada alam sekelilingnya.

Dalam pemahaman seperti ini, kita dihadapkan pada pemikiran bagaimana memanfaatkan alam tanpa merusaknya. Atau dengan kata lain campur tangan manusia kedalam pemanfaatan alam tidak boleh menciptakan degradasi daya dukung alam, namun kebutuhan manusia untuk “hidup layak” terpenuhi.

Tugas kita menurut Notohadiprawiro (1989) adalah:

 Memacu kemampuan alamiah sistim tanah-tanaman-atmosfer dalam mengkonversikan unsur-unsur lingkungan menjadi sesuatu yang berguna bagi manusia.
 Melakukan adaptasi tanaman dan ternak pada lingkungan hidup setempat lewat seleksi pemuliaan konvesional atau melalui rekayasa genetik.
 Membangun kelembagaan yang mendukung rasionalisasi usaha tani, pemberian nilai tambah pada hasil pertanian, dan pelancaran pemasaran hasil usaha tani.

Semua tindakan itu dimaksudkan untuk :
Membatasi ketergasntungan pertanian pada masukan komersial seperti pestisida pabrik, pupuk buatan, subsidi dan kredit.
Membatasi usikan kegiatan atas lingkungan berarti mengurangi dmpak negatip atas lingkungan
Mnegokohkan usaha tani sebgaai pemasok ekonomi nasional.
(Dalam Rachman Sutanto, Makalah Pengembangan Budidaya Pertanian Umumnya Pembangunan Pertanian Yang Berkelanjutan, 1991).

Keberhasilan dan dampak pertanian lestari dapat terlihat jika tingkat kesadaran masyarakat tani terhadap lingkungan semakin bertambah. Untuk itu diperlukan penyadaran terus menerus , kerja keras, berbagi pengalaman, menjalin kemitraan dengan pihak yang peduli pada lingkungan, demi generasi berikutnya dan bukan hanya terbatas pada pemenuhan kebutuhan perut kita sekarang saja.

Maka pengembangan pertania lestari dapat dimulai dari lingkungan terkecil yakni melalui keluarga batih, pendidikan dasar sampai ke jenjang yang lebih tinggi, lembaga keagamaan, HKTI, LPSM-LSM, dan terutama keprihatinan dan kemauan politik pemerintah yang tertuang dalam bentuk kebiujakan (policy) yang dikeluarkan.

Dan yang lebih penting adalah kemauan politik dan niat baik pemerintah yang memberi kebebasan penuh bagi petani untuk mengelola pertaniannya dengan pilihan yang semakin beragam tanpa dibebani swasembada pangan dan tanpa ditakut-takuti dengan berbagai cara oleh oknum-oknum tertentu yang sering hanya mengejar target. Dengan kebebasan yang diberikan memungkinkan petani terlepas dari ketergantungan masukan komersial seperti benih hibrida, pupuk pabrik yang jika dikaji dengan hati bening dan jujur lebih menguntungkan kalangan produsen dan pemasar produk tersebut serta melemahkan posisi tawar menawar petani. Jika pertanian lestari dapat dilaksanakan sebagai sebuah gerakan masyarakat luas maka subsidi pemerintah bagi saprotan dapat dikurangi, BBM yang dibutuhkan dalam proses pembuatan, pengangkutan, dan pebndistribusian saprotan dapat digunakan untuk kepentingan lain. Disamping itu pencemaran serta bahaya keracunan bahan-bahan kimia beracun dari pestisida pabrik/buatan dapat ditekan serendah-rendahnya. Nilai tukar hasil pertanian yang rendah juga harus dicarikan jalan keluarnya sehingga petani menikmati hasil jerih payahnya secara adil.

Dalam penerapan pertanian lestari dibutuhkan kemauan dan kekuatan moral yang tinggi untuk melihat permasalahan lingkungan sebagai masalah transendental yang harus ddipertanggungjawabkan kepada Tuhan . Maka marilah kita berkarya dengan mendasarkan pada keberlanjutan geberasi mendatang dan mendasarkan pada nilai etis yang dapat dipertanggungjawabkan.

Entry filed under: Pertanian berkelanjutan.

Penerapan pertanian organik yang berwawasan lingkungan dan berkelanjutan di lahan kering Pola Wana Tani (Agroforestry), Alternatip Pengembangan Pertanian Lestari di Dataran Tinggi.

Tinggalkan komentar

Trackback this post  |  Subscribe to the comments via RSS Feed


Kategori

Juli 2008
S S R K J S M
 123456
78910111213
14151617181920
21222324252627
28293031  

Tamu Adikarsa

  • 65.635 pengunjung

Klik tertinggi

  • Tidak ada