Tawuran pelajar yang terus berkelanjutan, mau dibawa kemana generasi muda bangsa ini?

Oktober 12, 2012 at 11:04 pm Tinggalkan komentar

Tawuran pelajar terus saja terjadi selama belasan tahun dengan korban meninggal dalam jumlah yang lebih dari cukup untuk sebuah tindakan konyol atas nama pencarian jati diri para pelajar yang terlibat tawuran.

Korban terakhir (mudah-mudahan) merupakan anak laki-laki tunggal dan dapat dibayangkan betapa sedihnya orang tuanya yang telah membesarkan dengan segudang harapan namun tiba-tiba pupus untuk selamanya hanya karena masalah tawuran pelajar yang sering dipicu oleh masalah sepele seperti saling mengejek dan merasa paling hebat sendiri. Bahkan yang menyedihkan dalam waktu tak lebih dari seminggu, 2(dua) korban telah meninggal, dan korban terakhir meninggal justru sesaat setelah ada upaya serius dari pemerintah untuk melakukan rekonsiliasi dan perdamaian antara kedua sekolah dimana siswanya tawuran berasal. Tayangan di TV menunjukkan betapa rasa pilu dan sedih sangat dirasakan keluarga ketika korban dimakamkan dengan dihadiri teman teman sejawat dan tetangganya. Kematian yang sebenarnya tak perlu terjadi jika saja pemerintah dan masyarakat mau peduli pada permasalahan sosial seperti tawuran pelajar yang terus berulang dengan intesintas yang semakin nekat dan brutal.

Yang menjadi pertanyaan, mengapa di kota besar banyak terjadi tawuran pelajar, sedang dikota sedang dan kecil jarang terjadi tawuran pelajar?

Terlihat dalam tayangan tv, betapa sadis dan garang wajah pelajar yang terlibat tawuran seolah olah mereka dituntun oleh insting binatang liar yang ingin menghabisi seama pelajar yang dianggap musuh bebuyutan sebagai mangsanya. Seolah olah pelajar yang terlibat tawuran mati rasa nuraninya dan merasa tidak bersalah ketika menghajar dan melukai musuhnya. Mereka seolah tidak pernah tersentuh ajaran agama dan tidak merasa berdosa telah melukai dan bahkan telah membunuh sesamanya.

Pasti ada yang salah dalam perkembangan jiwa para pelajar yang senang tawuran, karena mereka sudah kehilangan akal sehat dan bangga melakukan perbuatan yang justru tidak direstui oleh ajaran imannya yang mengajarkan cinta kasih pada sesama dan tidak mau menjauhi kekerasan.

Akar kekerasan dalam tawuran

Kalau kita mau  kaji dan dalami akar masalah kekerasan para pelajar sebenarnya banyak sekali penyebabnya, namun yang pasti ada kesalahan dalam proses pencarian jati diri dikalangan mereka, sehingga secara sadar maupun tidak, mereka telah terjebak dalam kebanggaan kelompok yang semu dan mau melakukan tindakan apa saja demi memuaskan kebanggaan yang semu yang sebenarnya tidak mendewasakan namun justru menjebak remaja pelajar dalam kekerasan yang melingkar lingkar tak bertepi. Salah satu yang dapat dijadikan kambing hitam adalah kurikulum pendidikan yang lebih menekankan pada pengembangan intelektualitas dan kurang menyentuh pada aspek pengembangan emosi, spiritualitas dan budaya. Pelajaran agama yang diajarkan  di sekolah yang cenderung dogmatis, monoton, kering dan tak menarik, berkembangnya sikap individualistis yang mendasarkan pada egoisme yang tinggi dalam masyarakat  perkotaan dimana prinsip “lu-lu, gue-gue” semakin membuat banyak para pelajar mengalami keterasingan,kesepian yang mendalam dalam jiwanya, merasa tidak berarti, merasa disepelekan/tidak dihargai eksistensinya ditengah persaingan yang tajam dan kejam untuk memperoleh penghargaan melalui ranking nilai sehingga meski ditengah hingar binger kehidupan ibukota, mereka merasa teralienasi/terasing.

Masalah lainnya adalah  terbatasnya sarana olah raga di kota besar seperti sarana olah raga misal lapangan hijau terbuka, terbatasnya taman kota, kurangnya kegiatan yang membangun jiwa seperti kegiatan Pramuka, PMI, pentas kesenian dalam berbagai bentuknya, klub remaja pencinta alam, klub remaja berprestasi melalui riset kecil, inovasi dll justru membuat banyak remaja teralienasi dan terjebak dalam kegiatan negatip seperti tawuran, narkoba, mabuk, seks bebas, premanisme dll.

Menjadi tantangan bagi kementerian terkait seperti Kementerian Agama, Kemenpora, Kementerian Pendidikan, Kementerian Tenaga Kerja dan Transmigrasi , aktivis LSMpeduli anak/remaja, para pemuka agama, budayawan/wati dll untuk bagaimana mencari solusi agar remaja yang gelisah dalam masa pencarian jati dirinya dapat dipersiapkan dan disediakan berbagai sarana yang cukup untuk pengembangan dirinya dalam mewujudkan cita-cita dan impian mereka sehingga mereka tidak menjadi gelisah dan siap dalam menghadapi masa depan yang penuh persaingan.

Masih ingat di Jakarta ada Gelanggang Remaja, yang dapat diperbanyak di berbagai daerah lain sehingga dapat menjadi wahana untuk para remaja melakukan kegiatan positip baik di bidang olah raga, kesenian maupun bagaimana memupuk jiwa kepemimpinan, melatih kesabaran, kejujuran untuk meningkatkan integritas para remaja.

Apalagi di tengah krisis keteladanan para pemimpin negeri yang sebagian sibuk melakukan korupsi dan tertangkap KPK baik dari kalangan pemerintah, DPR maupun kalangan yudikatip, perseteruan yang tak berujung antar elit partai politik, tawuran para petinggi, tawuran antar mahasiswa, tawuran antar desa/kampung dll semakin menjadi pembenaran bagi para pelajar untuk melakukan tawuran.

Keharmonisan rumah tangga, kedekatan emosional antara anak dengan orang tua, komunikasi timbal balik dan rasa diterima anak oleh keluarga dan lingkungannya serta satunya kata dan perbuatan dalam keteladanan orang tuan dan para pemimpin negeri ini sangatlah diharapkan sehingga membantu para pelajar dalam menemukan jati dirinya serta merasa aman dan nyaman.

Semoga kita semakin peduli dan menyadari betapa rapuhnya ketahanan nasioanl ketika rasa persatuan sebagai sebuah bangsa semakin terkoyak dengan banyaknya tawuran para pelajar, tawuran antar mahasiswa seperti di makasar yang merenggut dua nyawa mahasiswa harapan bangsa, tawuran antar warga/dusun/kampong dan tak lupa tawuran para pemimpin negeri seperti Polri vs KPK, Komisi III DPR vs KPK dll.

Saatnya kita kembali ke Pancasila dan mewujudkan sila-sila dalam kehidupan berbangsa dan bernegara sehingga kita menjadi bangsa yang semakin kuat dan bermartabat di mata bangsa lain di dunia.

Entry filed under: Sosial.

Belajar dari Kasus Cicak vs Buaya jilid II Mari wujudkan INDONESIA yang berkelanjutan sebagai sebuah bangsa yang sejahtera,beradab,berharkat dan bermartabat

Tinggalkan komentar

Trackback this post  |  Subscribe to the comments via RSS Feed


Kategori

Oktober 2012
S S R K J S M
1234567
891011121314
15161718192021
22232425262728
293031  

Tamu Adikarsa

  • 65.635 pengunjung

Klik tertinggi

  • Tidak ada